Sabtu, 11 Desember 2010

Pertanian lebih maju tanpa pupuk kimia. Free Energy Indonesia


Pupuk yang menyuburkan tanah?

Selama ini pemakaian pupuk NPK sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan petani. Bahkan ketergantungan terhadap pupuk NPK telah menyebabkan beberapa petani mengalami gagal panen atau tidak bisa bertanam saat pupuk menjadi langka karena "supply and demand" kata pemerintah. NPK telah menjadi kebutuhan yang sangat mutlak bagi pertanian kita sekarang ini.

Kita perlu heran mengapa ini terjadi. Di jaman dahulu tidak ada pupuk kimia, tapi hasil pertanian negeri kita diakui oleh negara - negara lain. Di jajah oleh negara eropa juga salah satunya karena hasil pertanian yang melimpah. Kita mulai menganut pemakaian pupuk ini karena didikan dari negara barat. Seandainya kita tetap menganut model tanam tradisional kita tidak akan mengalami ketergantungan terhadap pupuk kimia seperti sekarang ini.
Di eropa, pertanian baru mengenal pupuk kimia di awal tahun 1900 an. Sebelumnya mereka sama dengan kita menggunakan pupuk yang alami dengan alat pertanian dari kayu. Dengan diperkenalkannya pupuk kimia, kita mulai tertarik untuk menggunakannya karena pupuk kimia memberi hasil pertanian yang lebih banyak. Namun banyak yang tidak sadar bahwa setelah beberapa tahun hasil pertanian mulai berkurang dan hasil tidak akan bagus bila tidak menggunakan puupuk, kita menjadi sangat tergantung pada pupuk kimia.

Dalam buku Coats & Schauberger - Living Energies - Viktor Schaubergers Brilliant Work With Natural Energy Explained, diceritakan bahwa pupuk buatan akan menghancurkan kesuburan tanah dan meracuninya. Pada akhir abad ke 19 ahli kimia Jerman Baron Justus von Liebig (1803-1873) banyak melakukan penelitian yang berhubungan dengan pengaruh bahan kimia pada kesuburan tanah. Pada suatu saat Liebig menemukan bahwa yang menentukan kesuburan tanah selain Kalsium (Ca) adalah Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Potassium (K). Ketiganya biasa disebut dengan NPK.
Penemuan ini membangkitkan industri baru dibidang pembuatan pupuk. Karena pupuk ini bisa dibuat dari sampah industri biaya yang dibutuhkan relatif rendah, keuntungan membuat pupuk bagi industri sangatlah menggiurkan. Yang menjadi masalah adalah justru dari sumber bahan pupuk ini. Pemrosesan suatu bahan dengan suhu tinggi akan menghancurkan unsur pembangun dan akan menambahkan unsur perusak pada bahan tersebut. Sisa dari pemanasan juga akan membuat suburnya bakteri penyakit. Bila pupuk tersebut disebarkan ke tanah akan merusak tanah. apalagi bila pemberian pupuk ini dilakukan dalam bentuk serbuk. Serbuk akan menyerap kandungan air berserta mineral penting di dalam tanah yang seharusnya diperlukan oleh tumbuhan.
Setelah melakukan penelitian lanjutan Liebig meralat hasil penemuan tersebut dengan mengumumkan bahwa kesuburan tanah tidak bergantung kepada hanya kepada ketiga bahan tersebut. Unsur yang diperlukan oleh tanah lebih komplek daripada itu. Ia takut bila tidak deteliti lebih lanjut [emberian yang tidak seimbang hanya akan merusak tanah.
Viktor Schauberger mengamati bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh pemberian pupuk NPK sangatlah merugikan. Selain tanah menjadi tidak subur dan menjadi tergantung pada pupuk tersebut, penyakit tanaman juga makin bertambah dan kualitas tanaman menjadi menurun. Pemberian hasil dari sisa pembakaran akan menyebabkan air tidak naik ke permukaan secara alami. Tanah akan membutuhkan lebih banyak air, lebih banyak pupuk NPK, dan lebih banyak obat penyakit pada setiap masa tanam berikutnya. Pemberian yang terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi kering dan tandus.
Para pemakai kebanyakan tergiur pada hasil awal yang sangat menjanjikan, namun mereka tidak sadar bahwa mereka sedang menghancurkan lahan mereka sendiri. Untuk itu para peneliti sebaiknya juga tidak membatasi percobaan hanya pada beberapa masa tanam saja, namun juga sepanjang mungkin
Di barat sekarang ini sedang tren mencoba meniru tanah Terapetra di Brazil yang membuat lahan menjadi subur. Di Brazil terapetra diperjualbelikan sebagai pupuk. Terapetra adalah tanah subur berwarna abu - abu, serupa dengan tanah lapisan bawah di tempat sekitar gunung berapi yang biasa dibuat untuk keramik. Menurut saya tanah abu - abu tersebut adalah sisa abu gunung berapi yang memang membuat tanah menjadi subur. Di gunung bromo setelah beberapa minggu setelah hujan abu turun, tanah akan menjadi lebih subur dengan hamparan abu - abu dari hujan abu.

Para ahli dari barat mempunyai pendapat berbeda, mereka percaya bahwa terapetra adalah buatan manusia yang mungkin dibuat dari sisa pembakaran tanaman, dalam bentuk arang (charcoal). Mereka memperkenalkan beberapa metode untuk membuatnya dan menamakannya biochar. Seperti pemberian pupuk NPK, pemberian biochar ini memberikan peningkatan hasil panen. Tanaman menjadi lebih cepat besar dan hasilnya lebih banyak. Namun perlu diwaspadai karena ternyata penelitian untuk biochar ini hanya dilakukan dalam beberapa masa panen saja. Belum ada laporan tentang pemakaian biochar setelah beberapa tahun. (http://bionecho.org/charcoalab/project.php)

Di Indonesia sekarang ini sedang tren untuk menggunakan penyubur buatan yang mengandung jamur penyubur. Jamur penyubur ini biasanya terbentuk secara alami di lahan yang subur. Namun karena tanah pertanian kita sudah rusak oleh pengaruh pupuk kimia, pemberian penyubur buatan ini sangat membantu mengembalikan kesuburan tanah. Namun masih perlu dicermati apakah pembuatannya menggunakan unsur panas atau tidak. Dan masih perlu diteliti apakah penggunaan dalam jangka panjang akan menyuburkan tanah.


Banyak yang sudah sadar untuk mulai menggunakan pupuk dari bahan alami yang dibuat tanpa pemanasan. Kita bisa melihat usaha mereka di:

Pengembalian kesuburan tanah dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia akan membutuhkan waktu beberapa tahun sebelum tanah kembali kesuburannya. Pemberian pupuk hewan atau pupuk nabati juga tidak boleh terlalu banyak karena tanah membutuhkan keseimbangan. Selain pupuk juga ada beberapa hal penting lain yang harus diperhatikan.

Air

Air yang ada di alam mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan, menyuburkan atau memberi kehidupan. Saat air terkena panas sinar matahari air akan berubah sifatnya menjadi mematikan. Air di alam secara natural dilindungi oleh pepohonan yang rindang yang melindunginya dari panas matahari. Air akan memberi nutrisi yang dikeluarkannya dari tanah kepada tanaman disekitar alirannya untuk tetap menjaga keutuhan kualitasnya. Secara natural air akan mengalir membentuk lintasan yang berkelak kelok, dimana makin jauh jarak yang ditempuh makin besar kelokannya.
Di sungai yang masih alami, airnya masih jernih dan tidak berbau. Kuman penyakit akan susah hidup di air yang sehat ini. Di tengah alirannya hanya akan ada bebatuan besar karena bebatuan kecil akan di pinggirkannya ke tepi. bebatuan besar di tengah akan mengurangi sedimentasi dan tetap menjaga kedalaman sungai walau ketinggian air berubah ubah.
Sekarang ini air dipaksa untuk bergerak secara lurus di saluran buatan manusia. Air terkena panas matahari secara langsung karena air tidak terlindungi dari sinar matahari. Akibatnya air bergerak secara brutal dan akan merusak segala yang ada di alirannya apabila debit air tinggi. Pernah dibahas cara mengatasi masalah ini di catatan sebelumnya. Apabila air ini diberikan kepada tanaman, maka efeknya tanaman tidak akan subur dan akan memerlukan lebih banyak lagi penyubur tambahan.
Untuk mengurangi efek merusak dari air, air yang dipergunakan untuk tanaman sebisa mungkin dilindungi dari sinar matahari. Ada beberapa saran dari peneliti air untuk mengurangi sifat merusaknya. Diantaranya dengan melewatkan air ke sebuah corong untuk membuat air bergerak memutar. Dikatakan gerakan memutar akan menetralisir unsur negatif yang ditambahkan oleh panas atau gerakan tidak alami. Sebagian juga mempercayai bahwa dengan melewatkan air melalui magnet air akan berubah sifatnya dan akan berganti memberikan kesuburan pada tanah.
Pada percobaan yang saya lakukan sendiri dengan menambahkan gerakan memutar pada ujung selang dengan pipa tembaga membuat daun tanaman lebih hijau gelap, berukuran lebih besar dan lebih sehat dalam waktu satu bulan. Dan kerena pengaruh tembaga, air menjadi lebih lama menempel ke tanah dan menyebabkan tumbuhan berkesempatan lebih lama untuk mendapatkan air.

Di Jepang air yang dipisahkan telah banyak dipakai sebagai pengganti pestisida. Air garam yang dipisahkan menjadi air asam dan air basa dengan bantuan elektrolisis. Air basa bila dipergunakan untuk menyirami tanaman akan membuat tanaman tumbuh hingga dua kali ukuran normal. Sementara air asam akan mematikan bakteri penyakit secara lebih efektif daripada pestisida. Di Jepang ini sangat berguna di pertanian rumah kaca. Dengan tidak dipergunakannya pestisida, rumah kaca menjadi lebih aman untuk petaninya. Sebelumnya petani harus mengenakan pakaian ala astronot untuk menyiram tanamannya.
Sehubungan dengan air ini, ada beberapa tanaman yang akan tumbuh lebih cepat tinggi dan padat bila tidak terkena panas. Ini diamati oleh Viktor Schauberger terutama pada tumbuhan sejenis kayu jati. Pengembangan kayu jati yang sekarang ini umum adalah dengan membiarkannya terkena sinar matahari. Padahal bila terkena sinar matahari kayu jati akan tumbuh secara horisontal (membesar) dari pada meninggi. Hasilnya kayunya juga tidak sepadat apabila kayu jati dibiarkan tumbuh tidak terkena sinar matahari. Kita perlu belajar bagaimana tumbuhan hidup di alam agar kita bisa dapat hasil yang maksimal darinya.

Alat pertanian, menghindari besi

Sekarang ini penggunaan besi di bidang pertanian sudah merupakan keharusan. Semua alat pertanian dibuat dari besi atau turunannya seperti stainless steel atau baja. Tanpa disadari bahwa besi sebernarnya mempunyai pengaruh yang jelek terhadap tanah. Sebuah pipa logam yang ditempatkan ditanah akan membuat tanah dalam radius beberapa meter akan berkurang kesuburannya. arat yang ditimbulkannya menimbulkan efek panas, mengurangi kadar air di tanah dan mengundang tumbuhnya penyakit.
Viktor Schauberger di eropa telah melakukan pengamatan pada beberapa lahan pertanian tradisional dan modern. Ia mengamati bahwa lahan yang masih menggunakan metode tradisional dengan alat pertanian dari kayu mempunyai hasil yang lebih baik, lebih banyak dan berkualitas daripada lahan modern yang menggunakan traktor atau alat pertanian lainnya dari besi. Dari hasil pengamatan ini dia mencoba mencari bahan logam lain yang dapat menggantikan besi dan tidak mengurangi kesuburan tanah.
Pada akhirnya ia menemukan bahwa tembaga lah yang cocok untuk dipakai menggantikan besi. Tembaga mempunyai sifat yang hampir sama dengan perak dan emas. Tembaga akan membunuh bakteri penyakit yang ada dipermukaannya dalam beberapa jam. Beberapa rumah sakit di Eropa sekarang ini sudah mulai menstandarkan penggunaan tembaga di tempat - tempat yang sering terkena sentuhan dari pasien untuk mengurangi penyebaran penyakit di rumash sakit. Selain itu tembaga mempunyai sifat magnetik yang memberi gaya tolak dibanding dengan besi. Gaya tolak ini membuat peralatan pertanian dari tembaga akan lebih mudah digunakan untuk mencangkul atau menggali daripada besi. Gaya tolak ini juga berpengaruh pada kandungan air dalam tanah. Bila tanah yang mengandung karat cenderung kering dan keras karena susah menyimpan air, tanah yang mengandung tembaga akan cenderung gembur dan basah karena mudah menyimpan air.
Menggantikan besi dengan tembaga segera mengembalikan kesuburan tanah pada lahan percobaan yang dilakukan Viktor Schauberger. Hasil pada panen pertama segera meningkat dan tetap meningkat pada panen - panen berikutnya. Keuntungannya dapat dengan cepat menggantikan biaya investasi alat tanam dari logam.

Berikut adalah hasil percobaan Viktor Schauberger, yang pada intinya menyebutkan keunggulan kualitas dan kuantitas dari penggunaan alat tanam dari bahan tembaga atau besi yang dilapisi tembaga:http://www.implementations.co.uk/Schauberger_related/test_results_for_copper.htm


Catatan teknologi tepat guna (Sucahyo Aji Condro), Saturday, 13. June 2009, 03:49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar